You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Ada Ayat Al-Qur’an yang Khusus untuk Indonesia

Perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pondok pesantren. Tepatnya, pondok pesantren adalah ciri khos bagi Islam Indonesia. Pesantren adalah penentu kuat dan ringkihnya Islam di Indonesia.


Islam adalah agama kafah, namun bukan berarti Islam harus sama seluruh dunia. Islam Indonesia berbeda dengan di negara Yaman, Maroko, Tunisia, dan lain-lain. Makanya jangan coba-coba menyebarkan Islam dengan cara-cara yang sama dengan cara yang ditempuh di negara-negara lain. Sekali lagi, ciri khos Islam di Indonesia adalah pesantren. Lihat, berapa ratus tahun Mughol di India tapi kerajaan ini tak membuat Islam di sana mayoritas. Tapi di Indoneisia yadkhuluna fi dinillahi afwaja, orang-orang masuk kepada agama Islam dengan berbondong-bondong.


Islam masuk ke dan berkembang di berbagai negara satu sama lain pasti dengan cara yang berbeda. Pada abad ke-7 M, Islam masuk pertama kali di Aceh dan sekitarnya, namun tidak mampu berkembang ke tempat yang lebih jauh karena konon waktu itu ada ilmu hitam di Krinci, Sriwijaya. Baru pada tahun 1450-an Sunan Ampel Dento mendirikan masjid di Surabaya sebagai pusat penyebaran Islam dan mulailah Islam menyebar di Indonesia dengan caranya sendiri. Di sinilah ciri khos pesantren itu mulai.


Mesjid yang dibangun Sunan Ampel itu bukan sekedar mesjid, tapi juga ada serambi yang disesuaikan dengan pendopo Brawijoyo. Ora model Arab (tidak seperti di Arab: red). Di sinilah Sunan Ampel membina satu padepokan untuk mengembangkan Islam, yang kemudian terkenal dengan Pesantren Ampel Dento.


Siapa yang menjadi santri di Pesantren Ampel Dento? Yang aneh mereka bukan anak-anak Islam. Tapi para penggede kerajaan, anak raja, orang-orang terkemuka, sampai para bajingan membaur jadi satu, betapa indahnya. Makanya masyarakat tanpa dipaksa masuk Islam. Kerajaan Pajang yang dirajai oleh putra dekat Brawijoyo itu tanpa percekcokan menjadi kerajaan Mataram yang beragama Islam


Makanya, kita tidak boleh menyamakan Islam di Indonesia dengan yang lain. Jangan coba-coba sebarkan Islam di Indonesia dengan cara-cara yang ada di negara lain. Inilah Islam Indonesia. Inilah pondok pesantren. Bahwasanya Allah memberi nikmat kepada manusia berupa umat Islam yang mayoritas ini berkat pondok pesantren. Nabi bersabda A’jabu iimaana ummatan awakhiri ummatii laa yudrikuunii wala yaraaka ashhabii. Mereka ini (umat Islam Indonesia), masuk Islam pada masa-masa akhir: Abad pertama Hijriyah Islam masuk Maroko, Tunisia, dan Asia dalam atau pada abad 7. Islam masuk Aceh pada abad ini juga tapi tidak berkembang. Lalu pada masa terakhir abad ke-15 atau ke-16 di Jawa kemudian berkembang ke seluruh Nusantara, itu dengan cara pesantren. Pertama kali tadi pesantren Ampel Dento.


Pondok pesantren sebagai wahana didik anak-anak sebagai bekal hidup di dunia menuju akhirat tidak akan sepi bahkan semakin besar. Keterangane wes jelas: Umat Islam seng terakhir, terus sing berbudaya. Lam yaku mughoyyiron, tergantung orang pesantrennnya, terutama kiainya dan keluarganya.


Allah SWT berfirman, Dluribat alaihimudlillatu ainama tsukifu illa bihabklim minallah. Maknanya, Wes den pukul kesesatane kaum kuwi nek nyekel budayane, kecuali masalah hablum minallah. (Orang-orang Islam di luar Arab yang berpegang pada budayaanya sendiri akan tersesat hanya jika mereka membuat perubahan yang terkait dengan wilayah ketuhanan: red)


Ainama tsukifu itu maksudnya kalau kita berbudaya: Wong Arab itu memankai jenggot tapi orang Cirebon lain. Anak kecil di Arab pegang jenggot kakeknya nggak apa-apa, tapi di sini lha kok malah gak duwe adab (tidak punya tata krama: red). Kita tidak perlu ragu menjalankan tradisi kita sendiri. Memakai kopyah putih itu kalau haji saja (gerr); memakai kopyah hitam dan sarung itu tidak merubah Islam, tapi ini lho Indonesia; Bedug masjid juga kog mau dihilangkan, kog ora eling Jawane (tidak menghormati tradisi Jawa: red). Ini tidak merubah. Ini urusan hubungan sesame manusia (hablun minannas), tapi urusan hubungan dengan Allah (hablumminallah) tidak dirubah. Tidak ada lagi hong wilaheng, tidak juga sang yang widhi. Kita tetap mengakui qul huwallahu ahad (Allah Maha Esa). Jadi ainama tsukifu itu illa bihabklim minallah, berbudaya itu harus asalkan tidak dalam urusan ketuhanan.


Kiai-kiai dulu mengajarkan kitab yang banyaknya sewelas bis, maksudnya sebelas bismillah, yang dimaknai dengan bahasa Jawa. Kiai Abdul Manan Termas Jawa Timur, ayahnya Kiai Abdullah, ayahnya Kiai Mahfudz Termas itu belajar sarah ihya’ ulumiddin, namanya kitab Ithaf kerengan orang India. Beliau berguru ke Sayyid Murtadlo Azubaidi terus dibawa ke Termas, dimaknani Jawa, dijawakan. Semua orang berguru ke Termas termasuk Imam Nawawi al-bantani. Cucu Kiai Abdul Manan, Kiai Mahfudz Termas itu punya murid namanya Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama.


Kiai sekarang kalau tidak tahu perobahan akan bingung


Sekarang ini keadaannya susah. Tapi tidak usah menyalahkan SBY wong kok pile dewe koq mbok salahno dewe (habis dipilih kog disalahkan). Biar kita Tadlarru’. Tidak boleh menyelahkan orang. Yang bilang manusia lain sudah rusak itu berarti asyadduhum halaka, luweh nemen rusa’e (lebih rusak dari yang). Sholat jama’ah itu juga nggak boleh dipaksakan. Sholat lima waktu saja cukup.


Biar kita orang pesantren tadlarru’. Tapi biar makmur kudu ngerti perubahan. Sekarang yang hewani seperti susu sapi sudah diganti nabati. Kelapa sawit juga sudah menjadi alternatif minyak. Nah kelapa sawit segala macam itu bisa di tanam di Indonesia. Sekarang kalau ditanam di Malaysia yo salahe wong Indonesia gelem-geleme jadi buruh nanem sawit di sana (salah orang Indonesia sendiri: red). Sekarang ini sudah nabati. Kalau orang Indonesia tidak bisa memanfaatkan ya sakeng gobloke wonge (Yang bodoh orangnya).


Yang penting didisampaikan di sini, ada ayat al-Qur’an walau anna ahlal quro amanu wattaqow lafatahna alaihim barokatim minas sama’. (Jika orang-orang Islam beriman dan bertaqwa, Allah akan membukakan keberkahan dari langit: red). Yang mendapatkan penekanan di sini adalah ahlul qura-nya, maksunya orang desanya, nah seperti "desa di Indonesia." Di arab nggak ada desa, adanya Bedui yang seperti tawon: kalau kepala sukunya pindah mereka ikut pindah. Makanya ini untuk Indonesia. Sekarang yang penting desannya. Kunci keberkahan adalah desa. Lha desa ini penduduknya ternyata orang pesantren semua.


Lalu ada ayat kamatsali jannatin birobwatin ..fa aatat ukulaha dli’fain. Ini adalah ayat Indonesia. Orang Arab bingung, wong di sana tidak ada kebun (jannah): Daerah dataran tinggi di sana hanya ada batu, sementara di dataran rendahnya hanya ada padang pasir.


Orang pesantren harus tahu perubahan. Banyak yang sudah berubah. Misalnya lagi, soal pertanian dan perdagangan. Dulu, tani zakatnya 10 persen sedangkan dagang hanya dua setengah persen. Hal ini karena waktu itu suratnya al-Baqoroh (sapi); ya orang menamam dahulu kala menggunakan tenaga sapi. Sekarang bukan baqoroh lagi tapi sudah traktor. Ndak ada itu ayat traktor. Dalam al-Qur’an ada yang namanya surat al-An’am (binatang ternak) seperti unta, sapi, dan domba. Sekarang sudah ganti ayam atau dzujajah. Tidak ada surat dzujajah dalam al-Qur’an. Makanya, untuk petani wong lima persen saja sulit. Sing akeh untungge (yang banyak untungnya: red) sekarang malah dagang. Inilah-preubahan perubahan itu. Bukan ayat al-Qur’annya yagn dirubah, tapi kita yang harus tahu perubahan.


Dulu kita memakai standar dzahab wal fidzzoh, emas dan perak, sekarang sudah memakai dollar. Kita harus bisa sesuaikan keadaan. Maksudnya, harus mau memikirkan angka-angka fiktif yang njelimet dalam dunia ekonomi global.


Oleh KH. Maimun Zubair

*Disampaikan pada acara puncak Haul Pesantren Buntet Cirebon (11/3/2006). Ditraskrip apa adanya, dengan keterangan secukupnya, serta tidak akan memakai trasliterasi ketat agar keindahan bahasanya tetap khas.

No comments:

 

Search

Populer

Clustrmaps

Pengunjung

Powered by Blogger.