You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Gempa dan Teologi Apokaliptik

Gempa bumi adalah fenomena alam lainnya yang jika terjadi secara dahsyat akan memunculkan bencana besar (disaster). Sama seperti pertistiwa “bintang jatuh,” gempa bumi memiliki aspek teologis yang bersifat apokaliptik dan juga memiliki aspek ilmiah yang bersifat alami.
Bencana dalam bahasa Inggris disebut “disaster.” Istilah ini merupakan gabungan dari dua kata Latin “dis” yang berarti “anti” (against) dan “astrum” yang berarti “bintang” (star). Pada abad pertengahan di Eropa, istilah “disastrum” digunakan untuk merujuk pada bencana yang diakibatkan oleh benda-benda yang jatuh dari langit. Tentu saja, yang dimaksud dengan “benda-benda yang jatuh dari langit” bukanlah bintang, tapi meteor yang merupakan fenomena alam biasa.
Bintang jatuh atau meteor telah lama menjadi mimpi buruk kaum agama di masa silam. Lukisan-lukisan mural yang ada di gereja dan gedung-gedung agama, kerap memuat ilustrasi bintang jatuh sebagai awal-mula bencana dan malapetaka. Gambaran-gambaran tentang akhir dunia (apokaliptik) juga kerap dipenuhi dengan ilustrasi “bintang jatuh” yang oleh para astronom modern, kemudian diidentifikasi sebagai “meteor.”
Bagi kaum agamawan, bintang jatuh atau meteor adalah peristiwa apokaliptik yang memunculkan bencana dahsyat. Begitu dahsyatnya bencana itu, peristiwa bintang jatuh kerap dilukiskan sebagai peristiwa kiamat. Bagi orang yang mendengar atau merasakan secara tak langsung, peristiwa itu barangkali merupakan “kiamat kecil,” tapi bagi orang yang menyaksikan secara langsung dan apalagi mengakibatkannya meninggal, peristiwa itu benar-benar sebuah kiamat.
Bintang jatuh atau meteor adalah peristiwa biasa yang terjadi setiap hari. Ada musim-musim yang kerap disebut sebagai “hujan meteor,” di mana langit dipenuhi pemandangan benda-benda langit yang jatuh ke Bumi. Tentu, tidak semua meteor jatuh ke Bumi. Dan hanya sebagian kecil saja dari ribuan meteor yang memberi dampak bagi makhluk di Bumi. Menurut para ilmuwan, fenomena “bintang jatuh” dalam pengertian disaster atau bencana besar, terjadi setiap setengah juta tahun sekali.
Gempa bumi adalah fenomena alam lainnya yang jika terjadi secara dahsyat akan memunculkan bencana besar (disaster). Sama seperti pertistiwa “bintang jatuh,” gempa bumi memiliki aspek teologis yang bersifat apokaliptik dan juga memiliki aspek ilmiah yang bersifat alami. Para ilmuwan menemukan bahwa gempa bumi bukanlah peristiwa aneh yang jarang terjadi. Tapi, ia adalah peristiwa yang terjadi setiap hari. Tidak kurang satu juta kali gempa bumi dengan berbagai ukuran terjadi setiap tahun.
Baik bintang jatuh maupun gempa bumi akan menjadi peristiwa teologis jika terjadi dalam skala besar, khususnya jika melibatkan kehidupan manusia. Ratusan meteor menghantam Jupitar atau planet lainnya setiap hari, tapi karena tak melibatkan manusia, ia adalah fenomena alam belaka yang tidak memiliki nuansa teologis (siapa yang peduli dengan kiamat di Jupiter?). Gempa juga terjadi setiap saat, dengan berbagai ukuran, di berbagai tempat. Ia bukanlah peristiwa teologis selama tak membuat susah manusia.
Gempa yang baru saja terjadi di Jogjakarta dan Jawa Tengah adalah peristiwa alam dan sekaligus peristiwa apokaliptik. Setidaknya itulah yang saya rasakan pada Sabtu pagi yang mengerikan itu. Saya berada di ruang tunggu Bandara Adi Sucipto, ketika bumi tiba-tiba bergoyang dan atap runtuh. Pada saat itu, saya mengira, kiamat baru saja datang. Pada menit-menit berikutnya, aura kematian terasa menyengat, dan dalam keadaan lemah tak berdaya, Tuhan tiba-tiba hadir. Kita tidak memintanya hadir. Tapi, ia datang begitu saja memenuhi ruang kosong dalam kelemahan kita.
Saya teringat akan kisah-kisah “pengalaman mendekati kematian” (NDE, Near Death Experience) yang banyak diceritakan dunia psikologi. Orang-orang beriman menganggap fenomena NDE sebagai bukti adanya alam lain di luar dunia yang fana. Tapi, pengalaman NDE begitu personal dan kompleks sehingga amat sulit dibuktikan dan dihayati oleh orang yang tidak merasakannya.
Bertahun-tahun, para tokoh agama memandang bencana besar seperti “bintang jatuh” dan gempa bumi secara apokaliptik. Ilmu pengetahuan mencoba menjelaskan setiap perisiwa itu secara ilmiah. Para ilmuwan menemukan bahwa gempa adalah peristiwa alam biasa yang terjadi setiap hari. Komet atau meteor adalah peristiwa yang bisa disaksikan setiap malam.
Namun, bencana besar yang terjadi di Jogja tetaplah sebuah peristiwa apokaliptik, bukan hanya karena ia merusak begitu banyak bangunan dan gedung, tapi karena ia menyentuh kesadaran dan eksistensi manusia.


Oleh Luthfi Assyaukanie

No comments:

 

Search

Populer

Clustrmaps

Pengunjung

Powered by Blogger.