You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

ESQ (Emotional Spiritual Quotient)

Tidak semua yang kita usahakan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan pengalaman, kita menyadari bahwa akal dan kepandaian bukanlah segalanya. Emosi atau keadaan hati juga dapat memberikan pengaruh yang tidak sedikit bagi berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan atau usaha. Meskipun begitu kita tetap dapat merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak dapat diterima melalui akal saja walaupun emosi seseorang sedang dalam keadaan prima. Kita dapat merasakan ada ‘kekuatan lain’ yang berkuasa atas diri kita yang tidak sanggup dan tidak mungkin dilawannya.

Dari sinilah kemudian tampak bahwa sesungguhnya disamping akal, manusia juga mempunyai hati atau qolbu. Dan hanya dengan qolbu inilah kita dapat melihat ‘kekuatan lain’ tersebut. Itulah mata hati. Sebagaimana akal yang dapat diasah dan dipertajam, demikian pula hati . Jadi, untuk membentuk manusia yang berkualitas, tidaklah cukup dengan hanya mengandalkan intelektual semata tetapi juga harus didukung oleh suatu kecerdasan emosi.

Secara sederhana kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan tersebut yaitu pada kejujuran suara hati kita. Suara hati itulah yang seharusnya dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan, serta kebijaksaan.

Dengan kecerdasan emosional, kita akan lebih mendalami kecerdasan intelektual kita dalam berbuat dan berperilaku. Karena bila hanya dengan IQ saja, tentu sangat mustahil orang bisa meraih kesuksesan. Tergantung kesuksesannya seperti apa dulu, kalau suksesnya membunuh orang-orang yang tidak berdosa dengan membantainya satu persatu, dengan kemampuan menembak, merakit bom, memilih senjata, berkelahi, membuat virus komputer, melakukan aktifitas hacking, dll.

Namun kecerdasan emosi tersebut harus pula didasari oleh kesadaran akan kebenaran sejati yang didorong oleh kekuatan dan kesadaran untuk merasakan, mendengar dan melihat ‘kekuatan lain’ yang tersembunyi, kekuatan yang paling berhak menentukan berhasil tidaknya usaha seseorang. Faktor inilah yang disebut SQ (Spiritual Quotient) atau kecerdasan spiritual. Dengan adanya keseimbangan antara ketiga faktor diatas inilah akan terbentuk suatu pribadi yang tegar, pribadi yang memiliki pandangan yang tidak sempit yang tidak hanya tertuju kepada kepuasan duniawi namun juga memiliki dimensi keakhiratan yang penuh ketakwaan, yang pandai bersyukur dan sabar menghadapi segala tantangan. Sikap inilah yang nantinya akan melahirkan sikap pantang berputus asa.

Sebuah penelitian di Amerika dan Jepang menyatakan bahwa dari 100% orang sukses, hanya 10-20 persen aja yang berpendidikan tinggi, berijazah lengkap, dan tentunya dengan IQ yang di atas rata-rata, selebihnya, 80-90 persen hanya lulusan SMA, SMP, atau bahkan tidak punya latar belakang pendidikan, kebanyakan dari mereka mengawali karir dari berdagang. Hal ini membuktikan bahwa IQ bukanlah segala-galanya. Dari beberapa penelitian juga dikatakan bahwa justru orang-oarang yang ber IQ tinggi malah memiliki kesulitan dalam bergaul, berinteraksi, mengembangkan diri, dan ber-attitute baik.

Selain itu, berdasarkan pada hasil survey di AS pada tahun 1918 tentang IQ (Intellegence Quotient), ternyata ditemukan semakin tinggi IQ seseorang semakin menurun kecerdasan emosi atau EQ (Emotional Quotient). Beberapa puluh tahun terakhir ini, banyak ditemukan kasus depresi di kalangan yang notabene berpendidikan tinggi yang semakin tahun semakin memarah hingga mengakibatkan kasus bunuh diri. Mereka pada umumnya adalah orang-orang yang memiliki IQ relatif tinggi namun memiliki masalah sosial, diantaranya tersumbatnya komunikasi baik dilingkungan keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Mereka ini rupanya hanya disibukkan terhadap pengasahan terhadap IQ melulu hingga melupakan pentingnya peran EQ sehingga tidak sanggup menata emosi dan mengatasinya.

Namun sebaliknya kenyataan lainpun berbicara bahwa ternyata kasus depresi ini lebih disebabkan akibat tidak matangnya kecerdasan emosi dan spiritual seseorang. Hal ini tercermin dari bervariasinya korban depresi, mulai dari kalangan bawah sampai kalangan tinggi, mulai dari yang memiliki IQ rendah sampai yang memiliki IQ tinggi, dari yang tidak memiliki pendidikan hingga yang berpendidikan tinggi. Dari sini tampak nyata bahwa ketidakseimbangan antara IQ, EQ dan SQ dapat berakibat fatal.

Tokoh Pendidik Barat sekaligus Ilmuwan dan pengarang buku kenamaan, Danah Zahar maupun Ian Marshall misalnya yang memiliki minat yang tinggi terhadap masalah SQ, dalam karya ilmiahnya menyatakan adanya ‘God Spot’ atau apa yang biasa disebut suara hati atau mata hati pada otak manusia. Berdasarkan penelitian mereka ‘God Spot’ ini terletak diantara jaringan syaraf otak yang berfungsi sebagai pusat spiritual manusia. Pada ‘God Spot’ inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam. Namun sayangnya temuan mereka ini baru sebatas pada apa yang nyata ada pada otak manusia. Sesuatu yang menunjukkan akan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang berfungsi menyimpan dan mempersatukan segala pengalaman hidup manusia dan sekaligus memberinya makna. Tetapi belum sampai pada tingkat ke-Ilahian. Jalaludin Rumi seorang tokoh sufi besar Islam, mengatakan : ”Matahati punya kemampuan 70x lebih besar untuk melihat daripada dua indra penglihatan.”

Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu keceradasan untuk menempatlan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Sedangkan dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku, da kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif.

Untuk menjalankan prinsip ESQ, sangat disarankan untuk menghilangkan tujuh belenggu hitam yang sering menutupi “suara hati” manusia. Yakni prasangka negatif, pengaruh prinsip hidup (uang, harta, jabatan dll), pengaruh pengalaman, kepentingan dan prioritas, sudut pandang (persepsi), sering membanding-bandingkan dan pengaruh literatur. “Anda harus bisa pada titik Zero Mind Process (ZMP), di mana pada titik itu, Anda ikhlas dan jernih. Maka Anda akan mendekati yang Maha Tak Terhingga yakni Allah. Bila semua tindakan kita, apakah dalam bekerja, hubungan sosial dilakukan dengan ikhlas dan jernih, etos kerja akan terbentuk dengan sendirinya”. (Lisma Noviani)

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Bukanlah sebaik-baik kamu orang yang bekerja untuk dunianya saja tanpa akhiratnya, dan tidak pula orang-orang yang bekerja untuk akhirnya saja dan meninggalkan dunianya. Dan sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang bekerja untuk akhirat dan untuk dunia.”

EQ dan SQ merupakan suatu yang beda, namun memiliki muatan yang sama pentingnya untung dapat bersinergi antara satu sama lain. Sebuah penggabungan atau sinergi antara rasionalitas dunia (IQ dan EQ) dan kepentingan spiritual (SQ) hasilnya adalah kebahagian dan kedamainan pada jiwa. Penggabungan kedua gagasan energi tersebut dapat diandalkan untuk menyusun metode yang lebih akurat dalam menemukan pengetahuan yang benar dan hakiki.

Dengan demikian, manusia yang menyadari akan hakekat hidupnya sebagai makhluk Allah, cara berpikirnya tidaklah hanya semata mengejar kebahagiaan dunia, kepuasan material, kepuasan yang hanya sesaat. Dengan bimbingan hati nurani atau ‘God Spot’ manusia akan berhasil menjadi seorang khalifah sesuai dengan fitrahnya. Karena sesungguhnya dengan meningkatnya kecerdasan spiritual maka kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektualnyapun akan makin meningkat. Karena Al-Quran memang mengajarkan keseimbangan diantara ketiga kecerdasan tersebut.

No comments:

 

Search

Populer

Clustrmaps

Pengunjung

Powered by Blogger.